Selasa, 04 Desember 2012

SEJARAH MASJID AGUNG DEMAK

   Sobat jibril,,setelah sekian lama saya gk posting kali ini saya ingin mengulas tentang sejarah masjid kebanggaan daerah saya yaitu MASJID AGUNG DEMAK.
Cerita Sejarah Islam Pulau Jawa
Secara kronologis pemerintahan kesultanan bintaro dan situs masjid Agung Demak diawali lahirnya seorang satria + tahun 1448 m di sriwijaya, pulau sumatra. Merupakan keturunan Raden Kerta bumi dengan putri Campa. Waktu lahir ibunya memberi nama pangeran Jimbun, tetapi adipati Haryo damar memberi nama Raden Hasan (logat Arab) dalam versi lain Raden Patah/Raden Fattah.
Raden Fattah merantau ke pulau jawa dan berguru kepada wali songo. Pada usia + 14 tahun beliau telah berani merantau dari pulau sumatra ke pulau jawa yang disertai adik lain tapi beda bapak yaitu Raden Husein dan pemomongnya Aang dan Hong Jebat. Berguru pada wali 9 + 12 tahun. Tahun 1475 m usia + 27 tahun diangkat menjadi adipati Noto Praja di Glagahwangi.
Pada tahun 1478 M dalam usia +30 tahun diangkat sebagai raja islam I pulau jawa dengan gelar sultan Bintoro Demak I yang dijuluki Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al Akbar Sayyidin Panota Gomo tahun 1478 M -1518 M. Setelah itu diganti Raden Pati Unus tahun 1518 – 1521 M. Setelah Pati Unus II wafat digantikan adiknya yaitu Raden Trenggono tahun 1521 – 1546 M. Karena adanya pertikaian keluarga kemudian kesultanan Demak berpindah di Pajang yang dijabat Raden Hadiwijaya tahun 1478 M – 1582 M. Selanjutnya penerus kesultanan bintoro Demak ialah Pajang Mataram.
Demikian sejarah kesultanan Bintoro dimana terdapat peninggalan sejarah purbakala yaitu situs Arkeologi berupa Artefak masjid ciptaan wali 9 yang menjadi cagar budaya islam jawa tengah. Pembangunan dilakukan tiga tahap yaitu :
I. Condro sengkolo : Nogo mulat saliro wani
Tahun (1466 M)
II. Condor sengkolo : Kori trus gumaning janmi
Tahun (1477 M)
III. Condro sengkolo : Sariro sunyi kiblating gusti
Tahun (1479 M)
Struktur bangunan Masjid Agung Demak ada 3 tahap
Masjid bersejarah ciptaan ”wali 9” di Demak, Jawa Tengah itu bernuansa religius. Sebagian besar struktur bangunan dikerjakan oleh para waliullah itu mengandung nilai FILOSOFIS, dilindungi UU No.5/1995 tentang BENDA CAGAR BUDAYA yang sekarang disebut Masjid Agung Demak, merupakan Living Monument atau Monumen Hidup.
Masjid bersejarah itu dilaksanakan oleh ”wali 9” dalam tiga tahap pembangunan :
I. Semula disebut Masjid Glagahwangi, karena terletak ditengah pondok pesantren Glagahwangi yang diasuh da dipimpin oleh sunan Ampel yang didirikan tahun 1466 M.
II. Setelah R. Fattah diangkat menjadi Adipati Majapahit di Glagahwangi 1475 M, kemudian masjid dilakukan rehabilitasi berat, sejak itu disebut Masjid Kadipaten Glagahwangi 1477 M.
III. Selanjutnya setelah direnovasi disebut Masjid Kasultanan Bintoro sejak 1479 M, setelah R. Fattah disengkuyung oleh waliullah untuk menduduki tahta kasultanan I di pulau Jawa 1478 M.

Setelah itu di sebut Masjid Agung Demak, demikian juga masjid-masjid utama yang berada dikota: kotamadya dan kabupaten mengalami perubahan penyebutan sebagai Masjid Agung, sesuai peraturan Menteri Agama R.I. No. 1/1988 yang berlaku sejak tahun 1991.

1.Pembangunan Masjid Tahap I Oleh ”Wali 9”
Dinamakan Masjid Glagahwangi, karena didirikan di tengah pondo pesantren Glagahwangi oleh ”wali 9” bersama kaum santri termasuk pangeran Jimbun/R. Husain/R.Purbo/R.Fattah (pangeran dari Palembang,Sriwijaya, Sumatra itu adalah putra pertama dari Putri Campa dengan Prabu Kertabumi/Brawijaya V/Raja Majapahit XI, putrabeliau urutan ke-13). Konon masjid bersejarah dibangun oleh ”wali 9” selesai dalam satu malam saat bulan purnama, bertepatan malam jum’at kliwon, bulan ruwah, tahun Jawa 1388 S.
Masjid Glagahwangi merupakan masjid pertama di pulau Jawa, karena selesai semalam maka Ki Ageng Selo menggambarkan bagai halilintar/petir/bledeg (jawa) dilukis sebagai bintang mitos berupa ”mahkota kepala naga” dengan mulut bergigi yang terbuka dan jambangan yang disertai bunga-bunga tumbuhan, terukir pada daun pintu yang terbuat dari kayu jati. Pintu itu terletak di tengah/utama masjid, sebagai ”Condro sengkolo” atau prasasti yang bermakna ”Nogo mulat saliro wani,” artinya berdirinya masjid itu pada tahun jawa = 1388 S identik dengan tahun 1466 M (masjid yang berada di tengah pulau jawa).
Anggapan masyarakat, bahwa Ki Ageng Selo yang sakti itu pernah menangkap petir/bledeg (jawa), sehingga mengundang simpati masyarakat untuk mengikuti ajaran ”wali 9” yang menganut agama islam. Masyarakat sampai sekarang memberi sebutan ”pintu Bledeg.”
2.Pembangunan Masjid Tahap II Oleh ”Wali 9”
Sewaktu Pangeran Jimbun/R. Husain /R. Purbo/R. Fattah menjabat adipati Majapahit di Glagahwangi dengan gelar Adipati Notoprojo tahun 1475 M. Maka masjid dipugar, direnovasi, diperluas, diperindah, diperkuat konstruksinya, yang dikerjakan oleh para wali bersama kaum santri dan dibantu oleh tukang-tukang yang didatangkan dari tiongkok. Karena masjid itu menjadi tanggung jawab Adipati Notoprojo, maka disebut Masjid Kadipaten.
Purna pugar Masjid di kadipaten Glagahwangi ditandai ”Condro sengkolo” atau prasasti yang bermakna 2kori trus gumaning janmi” yang dapat diartikan pada tahun jawa = 1399 S identik dengan tahun 1477 M. Purna pugar diresmikan oleh R. Fattah setelah dua tahun memangku jabatan Adipati Notoprojo di Glagahwangi.
3.Pembangunan Masjid Tahap II Oleh ”Wali 9 ”
Setelah R. Fattah disengkuyung Waliullah naik tahta kerajaan islam I di tanah jawa pada tahun 1478 M dengan gelar Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al Akbar Sayyidin Panotogomo yang berkedudukan di Bintoro, maka masjid yang religius itu dipugar, dipercantik dan dibenahi menjadi masjid keraton/kasultanan Bintoro yang megah, anggun dan berwibawa, oleh dewan wali yang dipimpin oleh syaikh Maulana Maghribi/syaikh Maulana Muhammad Al Muhdlor yang berasal dari Maroko dimana rancang bangunnya dibantu oleh para wali, terutama dari sunan Kalijaga, sunan Bonang, sunan Ampel dan sunan Gunung Jati.
Satu tahun setelah R. Fattah menduduki tahta kerajaan/kasultanan Bintoro,yakni pada tahun 1479 M kanjeng sultan berkenan meresmikan purna pugar menjadi Masjid kasultanan /Masjid Wironatan yang ditandai ”Condro sengkolo memet” atau prasasti bergambar bulus yang terletak pada dinding depan Mihrab/pengimaman. Lambang bulus itu dapat diartikan bahwa purna pugar Masjid kasultanan Bintoro, bermakna ”Satrio sunyi kiblating gusti” atau jawa 1401 saka identik tahun 1479 M.
Adagium jawa menyebutkan ”wong kang lumlebu Masjid kudu alus” (orang yang beribadat kehadirat Allah S.W.T di dalam Masjid harus suci).
Selanjutnya kanjeng Sultan Bintoro yang bijak itu mengalihfungsikan bekas pendopo Majapahit dan Dampar Kencana yang dihadiahkan kepada R. Fattah 1475 M, yaitu pendopo dari Majapahit menjadi serambi yang diletakkan didepan Masjid. Sedangkan dampar Kencana menjadi Mimbar Khotbah yang diletakkan di depan sebelah kanan Mihrab atau yang sekarang berpasangan dengan Kholwat.
4.Struktur Masjid ”Wali 9 ” Abad XIV
Masjid ciptaan wali 9 memang unik. Masjid induk berdinding ”segi empat” dan ”empat sudut,” seluruh bangunan atap tiga tingkat disangga/didukung ”empat soko guru” waqof dari sunan Ampel, sunan Kalijaga, sunan Bonang dan sunan Gunung Jati. Ini mengindikasikan bahwa para wali yang pernah hidup tahun 1400 s/d 1500 M telah menganut faham ”Madzhab Empat” antara lain ”Madzhab imam syafi’i” dengan ”I’tiqad ahlussunah wal jamaah” hampir seluruh bangunan mulai dari atap (genting), kerangka konstruksi, balok loteng, geladag, soko guru dan lain-lain terbuat dari kayu jati ukuran besar (raksasa) seperti ukuran : sirap 3 x 25 x 68 cm, reng 4 x 6 cm, usuk 14 x 14 cm, balok kayu 30 x 30 cm.
Bangunan atas, berupa atap limas piramida susun tiga (gunungan/meru) merupakan pengejawantahan akidah : Islamiyah yang bersumber kepada (1) Iman (2) Islam (3) Ihsan.
Bangunan puncak : biasanya disebut Mustaka. Dalam hal ini dapatlah memberi gambaran, bahwa kekuasaan yang tertinggi, sevara mutlak hanyalah kehadirat ”ALLAH SUBHAANAHU WATA’ALA.”
Bagian Masjid ukuran dari bagian dalam 24 x 24 m2, ketinggian sampai Mustaka = 21,65 m dan emperan keliling lebar rata-rata = 2,80 m sedang luas mihrab/pengimaman = 146 x 268 cm. Luas serambi Masjid 17,50 29,00 m2 dengan ketinggian 7,63 m. Bagian pawestren/keputrian (khusus untuk sholat ibu-ibu) luas 7 13 m2.
Luas situs Masjid ”wali 9 ” di demak + 1,5 ha.
Kelengkapan bangunan, Masjid induk terdiri :
1) Pintu Bledeg ”Condro sengkolo”abad XIV,
2) Soko guru wali : Amper, Kalijogo, Bonang dan Gunung jati abad XIV,
3) Zampar kencana/mimbar abad XIII,
4) Kholwat/maksuroh,
Lambang-lambang dan hiasan seperti lambang bulas di pengimaman, surya Majapahit, akar mimang/lambang ghoib, piringan putri Campa, huruf-huruf Iiahiyah dan prasasti lain yang nampaknya masih sulit dijelaskan atau dipahami.
Kelengkapan bangunan serambi Masjid dari bekas pendopo Majapahit abad XIII, antara lain bukti sejarah berupa delapan soko guru dari kayu yang ditopang batu andesit, semua diukir model kuna/bermotif ukiran Majapahit.
Kelengkapan yang berupa makam dari beberapa nama yang dapat dikenali antara lain : diluar cungkup R. Fattah/sultan Demak I, R. Patiunus/sultan Demak II, Permaisuri R. Fattah Nyi Ageng Manyuro Nyi Ageng Cempo, pangeran mekah dan istri pangeran mekah, pangeran Sedo Lepen/pangeran Surowiyoto (putra kedua R. Fattah), sunan Ngudung sekalian (orang tua sunan kudus). Ky. Ageng Campa, Prabu Darmo Kusumo, Adipati Terung (adik R. Fattah), pangeran Arya Panangsang, P. Jaran Panoleh, P. Jipang Panolan, P. Aryo Jenar, P. Benowo, K.A Natas Angin, Syeikh Maulana Maghribi, Syeikh Maulana Su’ud, Pangeran Singo Yudho, R. Khulkum, R.H. Tumenggung Wironegoro, Nyi Ageng Serang dan lain-lain.
Makam dalam cungkup antara lain makam : R. Trenggono/sultan Demak ke 3, Permaisuri Sultan Trenggono, Nyi Ageng Pinatih, sunan Prawoto/R. Haryo Bagus Mukmin (putra sultan Trenggono), Nyi Ageng wasi, pangeran Ketip, Kyai Ageng Wasi, Tumenggung Tanpa Siring, pangeran pandan/K.A Winopolo, patih Mangkurat, patih Wonosalam/Joko Wono pangeran Suruh , R. Mas Gawulan dan lain-lain.
Bangunan menara azan konstruksi baja tahun 1932 tinggi 22 m, dibangun atas ide K.H. Abdoerrochman seorang penghulu Demak, karena usianya sudah lebih dari 50 tahun dan masih utuh menjadi benda cagar budaya yang dilindungi UU No. 5 tahun 1992.

NAMA PENGUASA, SULTAN, ADIPATI, BUPATI, DEMAK TAHUN 1403 SAMPAI SEKARANG

1. Pangeran Jimbun/sultan Fattah 1478 – 1518
2. Raden Makasar/sultan Patiunus 1518 – 1521
3. Raden Haryo/sultan Trenggono 1521 – 1546
4. Masa kosong situasi keluarga 1546 – 1560
5. R.M. karebet/sultan Hadiwijoyo 1560 – 1575
6. Masa transisi pindah ke Pajang 1575 – 1582
7. Hadipati Haryo Panggiri 1582 – 1586
8. Tumenggung Wironegoro 1586 – 1606
9. Hadipati Haryo nagoro 1606 – 1613
10. Ki Ageng Batang 1613 – 1616
11. Hadipati Yudonegoro 1616 – 1617
12. Ki Ageng Gombong 1617 – 1619
13. Situasi tidak stabil/penjajahan 1619 – 1621
14. Ki Ageng Seda Laren 1621 – 1646
15. Kembali situasi tidak stabil/penjajahan 1646 – 1649
16. Hadipati Mangkuprojo 1649 – 1701
17. Kondisi makin memburuk/penjajahan 1701 – 1734
18. Hadipati Wiryokusumo/Pn Krapyak 1734 – 1757
19. Hadipati Somodiningrat Kaloran 1757 – 1760
20. Ki Ageng Bogor 1760 – 1763
21. Situasi kosong/komplang 1763 – 1772
22. KI Ageng Kaliwungu 1772 – 1776
23. Haryo Nagoro/R.Brotokusumo 1776 – 1781
24. Hadipati Wiryo Hadinegoro 1776 – 1801
25. Situasi kosong Pangeran Cokro Negoro
Membangun pendhopo kadipaten
(sekarang kabupaten Demak) 1801 – 1845
26. K.P. Aryo Condronegoro IV 1845 – 1864
27. K.P. Aryo Poerbodiningrat 1864 – 1881
28. K.P. Haryodiningrat/Suryodiningrat
(putra kasunanan Surakarta) 1881 – 1901
29. Kosong /komplang akibat penjajah 1901 – 1918
30. K.R.T. Cokro Hamijoyo 1918 – 1923
31. K.R.T. Sosro Hadiwijoyo 1923 - 1936
32. Raden Iskandar Tirto Kusumo 1936 – 1942
33. Raden Soepangat 1942 – 1945
34. Raden Haryo Joyo Sudarmo 1945 – 1948
35. K.R.T. Rawuh Rekso Hadiprojo 1948 – 1949
36. Raden Soekirdjo 1949 – 1953
37. Raden Soekandar 1953 – 1957
38. Raden Sidoel Karta Atmojo 1957 – 1958
39. Raden Indriyo Yatmopranoto 1958 – 1966
40. Doemami, SH 1966 – 1972
41. Drs. Moch. Adnan Widodo 1972 – 1973
42. Drs. Winarno Surya Adi Subraya 1973 – 1978
43. Drs. H. Soedomo 1978 – 1984
44. Kol. E. Sumartha 1984 – 1985
45. Drs. Waluyo Cokrodarmanto 1985 – 1986
46. Kol. H. Soekarlan 1986 – 1996
47. Kol. H. Djoko Widji Suwito, SIP 1996 – 2002
48. Dra. Hj. Endang Setyaningdyah, MM 2002 – 2006
49. Drs. H. Tafta Zani, MM 2006 – Sekarang

sumber ;  http://hadi-prayitno.blogspot.com